loading...

NOVEL: 3 DAYS Karya Aisyah Fajriah Part 2

loading...

NOVEL: 3 DAYS Karya Aisyah Fajriah Part 2

Sebenarnya bel pertanda masuk sudah berbunyi sejak 10 menit yang lalu, tapi tumben-tumben guru yang mengisi di kelasku belum juga datang. Biasanya sih, 5 menit setelah bel, guru harus sudah ada di kelas.
 “Eh, Ketua Kelas! Susulin gih gurunya. Entar kita gak dapet nilai lagi.”
Sebuah suara muncul dari belakang. Aku menolehkan kepalaku. Ternyata adalah suara Farkhan.
“Doh mager. Lo aja sana, Khan.”
“Kok gue? Yang ketua kelas siapa? Kalo nilai lo anjlok, jangan salahin gue yee...”
“Iye, iye.”
            Aku tertawa kecil mendengar Ketua Kelas yang kesal gara-gara Farkhan. Andai aja aku adalah seorang Ketua Kelas, kira-kira reaksi Farkhan kayak gimana ya ke aku?
Mungkin gini..
“Heh anak culun! Jangan diem mulu. Sana susulin gurunya! Kalo nilai gue jelek, lo mau tanggungjawab bikin gue malu di depan Rere, ha?!”
Atau..
“Anak cupuuu! Gurunya mana gurunya?! Cepet panggilin sebelum gue minta Tuhan buat panggilin elo?!”
Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. Kenapa rasanya Farkhan tega banget ya ke aku? Minta Tuhan buat panggilin aku? Gila gila gila..
“Woi, Al!”
Refleks aku menolehkan kepalaku ke arah sumber suara yang tadi memanggil namaku.
Apa jangan-jangan beneran Tuhan? Anjrit gue belum siap mati..!
“Lo.. kenapa?”
Syukur tadi yang memanggilku adalah Farkhan. Tunggu, tunggu.. siapa?
“Gue denger-denger.. lo pinter Biologi, ya?”
“Ehm.. gak terlalu, sih. Kenapa? Mau minta diajarin? Kalo mau, lo harus bikin perjanjian dulu sama gue. Soalnya gue sibuk kalo abis pulang sekolah eheheh.”
“Bukan. Bukan itu..”
Anjrit malu gue malu...
“Te..rus kenapa?”
“Jadi kemaren kan ada PR, tuh. Dan gue belum ngerjain PR-nya. Gue boleh nyalin PR lo, gak?”
“Oh itu..” aku mengangguk-anggukkan kepalaku, boleh bangeeet sayangkuuu.. asal putusin dulu si Rere, “boleh, bentar.”
Aku mengambil buku catatan Biologiku dan menyerahkannya pada Farkhan. Saat Farkhan mengambil buku dari tanganku, tak sengaja tangan kami saling bersentuhan. Dan sebagai bonus, Farkhan menyunggingkan senyum manisnya untukku.
Oksigen mana oksigen?!. Oksigen gue diambil semua sama Farkhan..!!
 “Perhatiaaan!”
Suara nyaring dari arah pintu membuatku kembali tersadar setelah sebelumnya terkena hipnotis Farkhan. Semua murid–termasuk aku–menolehkan pandangan kami pada sesosok cowok yang sedang mengatur nafas sambil membungkuk, memegangi kedua lututnya.
“Jadi teman-temanku tercinta, guru-guru lagi kedatangan tamu yaitu Ketua Yayasan kita. Nah, karena guru-guru pada sibuk. Jadi kita diperbolehkan untuk pulang duluan. Tapi.. pulangnya jangan ribut-ribut, ntar ketahuan sama Ketua Yayasan kan berabe.”
“Maksud lo guru-guru nyuruh kita kabur?”
Edan lah kita disuruh pulang.”
“Terus pengayaan kita gimana?”
“Sia-sia lah gue ngerjain PR Biologi.”
“Ada acara bagi-bagi duit gak kayak tahun kemaren?”
“Gue mau wi-fian dulu di sini, kira-kira Ketua Yayasan bakal keliling sekolah, gak?”
“Asoooy gue mau ngapel sama ayang bebeb.”
Pertanyaan dan pernyataan datang bertubi-tubi dari teman-teman kelasku yang terkenal akan keributannya dibanding kelas-kelas yang lain. Well, kecuali aku yang tidak bersuara sama sekali.
“Harap tenang, harap sabar. Gue jawab pertanyaan kalian satu-satu, nih. Tadi siapa yang nanya soal pengayaan?”
“Gue.”
“Pengayaan siang ini diundur jadi besok pagi. Dan gue ingetin, besok pagi kalian berangkat jam 6 lebih 15 menit, lebih bagus lagi jam 6 udah ada di sini. Yang nanya kita disuruh kabur sama guru, sebenarnya bukan disuruh kabur tapi daripada kita diem di sini mending kita belajar buat nanti try out di rumah.”
“Tapi kan try out masih lama.”
“Anjir, buat persiapan try out lah. Ada yang mau ditanyakan lagi? Kalo gak ada, kemasin barang kalian daaan inget! Jangan kresak-krusuk kayak monyet lepas.”
“Sialan lo nyamain kita sama monyet. Lagian monyet kan gelantungan di pohon bukan kresak-krusuk.”
“Gue gak bilang lo semua kayak monyet loh, ya.”
Dan begitulah perdebatan sang Ketua Kelas dengan murid-muridnya yang bisa dibilang gak bisa diem kayak monyet–eh?
*****
Aku membaringkan tubuhku pada kasur mini yang telah menemani tidurku sejak dari balita sampai sekarang. Mataku menatap langit-langit kamarku yang dicat berwarna biru muda.
Entah kenapa hari ini begitu membosankan, padahal hampir setiap hari aku mengalami dan menikmati kehidupan datarku ini. Ah, apa sebaiknya aku jalan-jalan keluar untuk menghilangkan rasa bosanku?
Dengan cepat, aku mengeluarkan ponsel dan mengetikkan sesuatu di sana.
---
[Alicia Viani]
Cuy!
[Rasel Aqilaa]
?
[Alicia Viani]
Jalan yuk, boring gue di rumah mele. :3
[Rasel Aqilaa]
Tumben makhluk kayak lo bisa bosen. Gue kira lo bakal nelor di kamar.
[Alicia Viani]
Anjrit lo! Lo kira gue ayam apa, ha?!
[Rasel Aqilaa]
Bukan, gue kira lo burung. :v
[Alicia Viani]
Kampret bener gue punya temen kayak lo -__- buruan, mau jalan apa enggak? Gue mau nyari drakor baru, neh.
[Rasel Aqilaa]
Boleh, deh. Naik apa emangnya?
[Alicia Viani]
Buroq.
[Salwa Aqilaa]
-_______-
---
*****
Motor matic-ku sudah terpakir di pekarangan rumah Salwa. Aku sedikit berkaca pada spion motor untuk menata rambutku yang lumayan berantakan gara-gara tertiup angin. Tak lupa aku menyemprotkan parfum ke daerah tubuhku yang mulai berkeringat.
Kayak mau jalan sama pacar aja gue.
“Bro!”
Aku menolehkan kepalaku pada Rasel yang ternyata sudah berdiri di belakang motor. Lalu kemudian aku memberikan dia helm berwarna pink yang bergambar lope-lope.Rasel mengambil helm tersebut dan duduk di jok belakang. Aku menyalakan motorku dan melaju meninggalkan rumah Rasel.
“Mau jalan ke mana lo?”
“Hmm.. tadinya gue mau beli kaset drakor, tapi berhubung kaset gue udah banyak dan belum semua gue tonton, jadi gue putusin buat ke toko buku.”
“Tumben amat lo beli buku. Btw, tadi pas pulang sekolah, gue ngelihat Farkhan sama Rere pulang bareng. Boncengan!”
Motor yang sedang kukemudikan mendadak menjadi oleng. Beruntungnya jalanan agak sepi, jadi aku bisa menormalkan kembali motorku.
“Weeeh.. santai.”
“Gila! Gimana gue bisa santai, hati gue jadi panas neh.”
“Bentar lagi nyampe toko buku. Lo bisa ngadem di sana, Al. Kalo mau, lo buka aja baju lo biar hati lo ikutan adem.”
Aku hanya mengerutkan keningku mendengar nasehat ngawur dari Rasel.
Sesampainya di toko buku, aku langsung menuju rak novel. Mataku langsung berbinar begitu melihat deretan novel yang rasanya ingin kubeli semua. Andai saja aku milliyarder, sudah kubeli nih toko buku beserta dengan pegawai-pegawainya.
“Yang ini bagus nih, Al. Lihat coba cover-nya, unyu kayak muka gue.”
Aku merebut novel yang sedang dipegang Rasel. Dari cover-nya memang kelihatan sangat bagus, lalu aku membalikkan novel itu dan membaca sinopsisnya. Tak lama aku menggeleng-gelengkan kepalaku.
“Dapet novel ini darimana?”
“Tuh.” Rasel menunjukkan rak yang berada di belakangku. Aku mendekati rak itu dan menunjuk kertas kecil yang menempel di bawah rak.
“Lo baca, gak? Ini novel dewasa dudul! Inget umur, sayangku.”
Rasel nyengir lalu menggaruk-garuk rambutnya.
“Gak usah sok-sokan kayak monyet, deh.”
“Anjrit lo!”
Aku mengangkat bahu dan kembali memilih-milih buku.
“Sekarang lagi zamannya novel wattpad, ya? Kok perasaan gue nemuin yang dari wattpad mulu.”
          “Masa, sih? Sini gue lihat.”
          Aku menyerahkan 2 novel ke Rasel yang sebelumnya kupegang. Rasel menerima novel tersebut, lalu tak lama ia mengerutkan keningnya dan kemudian menatapku.
“Emang apa bedanya? Perasaan sama aja.”
“Emang sama aja, sih. Tapi, kan...”
Wattpad itu apaan emangnya?”
Aku ternganga mendengar pertanyaan Rasel.
*****
Hari beranjak semakin sore, langit berwarna abu-abu, sepertinya malam ini akan turun hujan. Untungnya aku sudah ada di rumah sejak 1 jam yang lalu.
Aku melangkahkan kakiku menuju stop kontak yang berada di samping tempat tidurku lalu kukeluarkan ponsel yang mati akibat kehabisan baterai.
Setelah men-charger ponsel, aku membaringkan tubuhku di kasur. Tak butuh waktu  lama, aku sudah terlelap tidur.

****************************to be continued*******************************

loading...

Related Posts:

0 Response to "NOVEL: 3 DAYS Karya Aisyah Fajriah Part 2"

Post a Comment