loading...
Prolog
Jatuh cinta saat usia muda itu memang indah dan sulit untuk dilupakan. Well, bagiku sulit untuk dilupakan karena inilah kisahku. Tapi.. kalian pernah kan jatuh cinta pada seseorang yang tidak mempunyai perasaan sama pada kalian?
Part 1
Farkhan dan Rere.
Lagi-lagi aku melihat
dua sejoli itu sedang bermesraan di kelas. Disaat ada aku pula. Dengan
kesabaran tingkat dewa, akhirnya aku berhasil mengabaikan–melewati meja–kedua
pasangan yang sudah berpacaran hampir 2 bulan itu. Kalau saja kejadian itu
tidak mereka tunjukkan di depan umum–sebenarnya
di kelas ini cuma ada aku dan Rasel, temanku, juga merekaberdua–aku tidak usah
repot-repot untuk mengubah ekspresiku agar terlihat seperti orang yang bodo amat, padahal hatiku rasanya sakit saat
melihat kemesraan mereka.
“Mau jajan gak, Sel?”
tanyaku pada Rasel, dia adalah teman dekatku dari awal aku masuk sekolah ini.
“Hmm.. gimana yaaa,
males ih.” Jawab cewek berkacamata itu tanpa mengalihkan pandangannya dari
laptop.
“Heh, ngertiin gue
cobaaa..” aku terpaksa menutup laptop Rasel dan memasang wajah memelas begitu
Rasel beralih menatapku dengan sinis.
“Hadehh.. ya deh.”
Dengan hati yang riang, aku mengikuti langkah Rasel yang sudah lebih dulu
berjalan keluar kelas. Ah Rasel, kamu peka banget sama kodeku–yaitu dengan memasang
wajah yang sangat-sangat memelas.
*****
Sebelumnya, aku ingin
memperkenalkan diriku. Nama lengkapku adalah Alicia Viani. Teman-teman biasanya
memanggil aku Alicia atau Al. Sekarang aku sudah kelas 3 SMP. Tentang Farkhan
dan Rere, mereka adalah teman sekelasku yang sudah pacaran sejak 2 bulan yang
lalu, lebih tepatnyahampirmau 2 bulan
yang lalu. To be honestly, aku suka
sama cowok yang bernama lengkapFarkhan Dwi Althair dari awal masa-masa MOS
sampai sekarang. Yeah, cukup lama bagiku menyukai cowok itu mengingat karena
ini sudah tahun pelajaran di semester genap. Berarti hampir mau 3 tahun aku
menyukainya.
Sifatku yang–lumayan
agak–pemalu membuatku amat sangat gengsi untuk menyatakan perasaanku pada
Farkhan. Dan berakhirlah kisahku dengan cinta
bertepuk sebelah tangan.
Sifat pemaluku rupanya
juga berdampak dalam pergaulanku dan teman-temanku. Kalau biasanya anak zaman
sekarang suka menghabiskan uang orangtua mereka untuk hang out bersama teman-teman, lain halnya dengan aku, sepulang
sekolah biasanya aku akan menenggelamkan diriku pada tugas-tugas dan setelah
itu tertidur dari siang sampai sore, atau maraton menonton drama Korea. Dan
teman, aku hanya mempunyai satu teman dekat yang bernama Raselina Aqila. Oke,
itu adalah seputar tentang diriku yang–amat sangat–biasa-biasa saja.
Sesampainya di kantin,
aku memilih meja yang paling pojok sementara Rasel memesan makanan. Aku menopang
dagu dengan kedua tangan sambil memperhatikan sekeliling, hampir semua orang
tampak menikmati makanan mereka.
“Makanan datang..”
Dua mangkuk bakso
tersaji di atas meja. Aku menatap semangkok bakso punyaku dengan mata berbinar.
Pas sekali dengan aku yang sedang patah hati–eh, apa hubungannya?
“Aigoo!Tahu gak sih, Al?! Tadi gue ketemu sama kak Jack!” Raselmembuka
topik kali ini dengan wajah berseri. Jack.Sebenarnya nama aslinya adalah kak Zaki
Dharmawan, tapi Rasel menggantinya dengan ‘Jack’. Alasannya sih, biar gak ada
oranglain yang tahu, dan tentunya kecuali aku. Dia adalah kakak kelas yang
lebih tua 1 tahun di atas kami. Wajahnya lumayan ganteng sih, eh, tapi lebih
gantengan Farkhan kalau menurutku.
For
your information, gedung SMP dan SMA itu
bersebelahan, dan untuk wilayah kantin, kami mempunyai kantin yang cukup luas,
kantin itu digunakan oleh anak SMP maupun anak SMA.
“Terus, terus?”
“Tadi gue gak sengaja
nyenggol lengannya pas lagi mesen bakso. Aaaa! Kalo lo ada di sana, udah abis
kali gue digodain sama elo.”
Wajah Rasel langsung
mesem-mesem aneh sementara aku hanya terkekeh kecil mendengar ucapannya.
Ternyata cewek sejutek Rasel bisa meleleh juga karena senggolan kecil tak
sengaja di lengan kak Jack. Maklumlah kejadian sekecil itu bisa membuat Rasel
senang karena ia belum pernah berpacaran sampai sekarang. Dan jujur, aku juga
belum pernah berpacaran.
“Wah enak dong! Gue
kapan lagi ya punya moment sama
Farkhan.” Aku menerawang–melihat ke arah
kelasku yang berada di seberang kantin. Jangan salah, gini-gini aku juga pernah
punya moment dengan Farkhan. Kapan
ya? Aku lupa. Udah lama banget hehe.
“Halah! Farkhan mulu
yang ada diotak lo! Udah coba jangan kebanyakan berharap sama cowok itu, dia
udah punya orang lain, Al.”
“Berisik lo ah
ngungkit-ngungkit masalah itu mulu. Farkhan Cuma pacarnya si Rere dan itu bukan
berarti gue gak ada hak buat suka sama dia. Lo juga, emang lo yakin kalo kak
Jack belom punya pacar, ha?”
Rasel terdiam sesaat
sambil menguyah baksonya. Setelah itu, ia menyesap air mineralnya lalu beralih
menatapku, “gak tahu juga sih, kak Jack udah pacar atau belum.”
“Nah, loh! Kalo kak Jack punya pacar,
siap-siap aja lo ngebatin kayak gue buahahah!”
“Kampret lo! Jangan
doain yang kayak gitu elaaah. Kak Jack is
mine! Lagian cowok dingin kayak dia siapa yang suka coba?”
“Heh, justru nih, ya.
Dinginnya cowok itu jadi daya tarik bagi cewek. Buktinya lo sampe kesemsem kan sama dia?”
“Iya sih. Eh tapi si
Farkhan enggak tuh. Dia malah kayak lekong kalo udah deket-deket sama cewek.”
“Anjir! Farkhan bukan
lekong, dia cowok tulen keles.
Buktinya dia pacaran sama... udahlah.”
Rasel tampak tersenyum
penuh kemenangan setelah melihat wajah kesalku. Akhirnya aku memokuskan
pandanganku ke bawah, tepatnya ke arah baksoku yang tinggal setengah.
“Eh, Al. Btw, 2 hari lagi Farkhan sama Rere mau mensive yang kedua bulan, ya?”
Dengan refleks, aku
memuntahkan bakso yang sebelumnya sedang kukunyah. Buru-buru Rasel memberiku
segelas air mineral. Aku menerima air tersebut dan langsung meminumnya.
“Lo gak papa?” tanya
Rasel dengan ekspresi bersalah.
“Sekarang tanggal
berapa, sih?”
“Tanggal 10. Elaaah, lo
lupa? 4 hari lagi kan, si Farkhan mau ultah.”
Aku termenung, mencoba
mencerna ucapan Rasel tadi. Oh My God!
Tanggal 14 kan, Farkhan mau ulangtahun! Kok, aku bisa lupa?!
“Iya juga, ya. Kok, gue
bisa lupa sama ulangtahun gebetan gue sendiri.”
Rasel
menggeleng-gelengkan kepalanya. “Ckck, kayaknya mendingan lo gak punya gebetan,
deh.”
“Maksud lo apa, ya?”
“Sama ulangtahun
gebetan sendiri aja gak inget.”
“Apa hubungannya? Yee..
pelupa sifat manusiawi kali!”
“Iya juga, sih.”
“Dasar!”
Kami tertawa sebentar
lalu langsung menghabiskan bakso masing-masing. Setelah bakso habis, giliran
aku yang mengembalikan mangkok sekaligus membayar bakso.
*****
Sebenarnya bel pertanda
masuk sudah berbunyi sejak 10 menit yang lalu, tapi tumben-tumben guru yang
mengisi di kelasku belum juga datang. Biasanya sih, 5 menit setelah bel, guru
harus sudah ada di kelas.
“Heh
anak culun! Jangan diem mulu. Sana susulin gurunya! Kalo nilai gue jelek, lo
mau tanggungjawab bikin gue malu di depan Rere, ha?!”
Atau..
“Anak
cupuuu! Gurunya mana gurunya?! Cepet panggilin sebelum gue minta Tuhan buat
panggilin elo?!”
Aku menggeleng-gelengkan
kepalaku. Kenapa rasanya Farkhan tega banget ya ke aku? Minta Tuhan buat
panggilin aku? Gila gila gila..
“Woi, Al!”
Refleks aku menolehkan
kepalaku ke arah sumber suara yang tadi memanggil namaku.
Apa
jangan-jangan beneran Tuhan? Anjrit gue belum siap mati..!
“Lo.. kenapa?”
Syukur tadi yang
memanggilku adalah Farkhan. Tunggu, tunggu.. siapa?
“Gue denger-denger.. lo
pinter Biologi, ya?”
“Ehm.. gak terlalu,
sih. Kenapa? Mau minta diajarin? Kalo mau, lo harus bikin perjanjian dulu sama
gue. Soalnya gue sibuk kalo abis pulang sekolah eheheh.”
“Bukan. Bukan itu..”
Anjrit
malu gue malu...
“Te..rus kenapa?”
“Jadi kemaren kan ada
PR, tuh. Dan gue belum ngerjain PR-nya. Gue boleh nyalin PR lo, gak?”
“Oh itu..” aku
mengangguk-anggukkan kepalaku, boleh
bangeeet sayangkuuu.. asal putusin dulu si Rere, “boleh, bentar.”
Aku mengambil buku
catatan Biologiku dan menyerahkannya pada Farkhan. Saat Farkhan mengambil buku
dari tanganku, tak sengaja tangan kami saling bersentuhan. Dan sebagai bonus,
Farkhan menyunggingkan senyum manisnya untukku.
Oksigen
mana oksigen?!. Oksigen gue diambil semua sama Farkhan..!!
“Perhatiaaan!”
Suara nyaring dari arah
pintu membuatku kembali tersadar setelah sebelumnya terkena hipnotis Farkhan.
Semua murid–termasuk aku–menolehkan pandangan kami pada sesosok cowok yang
sedang mengatur nafas sambil membungkuk, memegangi kedua lututnya.
“Jadi teman-temanku
tercinta, guru-guru lagi kedatangan tamu yaitu Ketua Yayasan kita. Nah, karena
guru-guru pada sibuk. Jadi kita diperbolehkan untuk pulang duluan. Tapi..
pulangnya jangan ribut-ribut, ntar ketahuan sama Ketua Yayasan kan berabe.”
“Maksud lo guru-guru
nyuruh kita kabur?”
“Edan lah kita disuruh pulang.”
“Terus pengayaan kita
gimana?”
“Sia-sia lah gue
ngerjain PR Biologi.”
“Ada acara bagi-bagi
duit gak kayak tahun kemaren?”
“Gue mau wi-fian dulu di sini, kira-kira Ketua
Yayasan bakal keliling sekolah, gak?”
“Asoooy gue mau ngapel
sama ayang bebeb.”
Pertanyaan dan
pernyataan datang bertubi-tubi dari teman-teman kelasku yang terkenal akan
keributannya dibanding kelas-kelas yang lain. Well, kecuali aku yang tidak bersuara sama sekali.
“Harap tenang, harap
sabar. Gue jawab pertanyaan kalian satu-satu, nih. Tadi siapa yang nanya soal
pengayaan?”
“Gue.”
“Pengayaan siang ini
diundur jadi besok pagi. Dan gue ingetin, besok pagi kalian berangkat jam 6
lebih 15 menit, lebih bagus lagi jam 6 udah ada di sini. Yang nanya kita disuruh
kabur sama guru, sebenarnya bukan disuruh kabur tapi daripada kita diem di sini
mending kita belajar buat nanti try out
di rumah.”
“Tapi kan try out masih lama.”
“Anjir, buat persiapan try out lah. Ada yang mau ditanyakan
lagi? Kalo gak ada, kemasin barang kalian daaan inget! Jangan kresak-krusuk
kayak monyet lepas.”
“Sialan lo nyamain kita
sama monyet. Lagian monyet kan gelantungan di pohon bukan kresak-krusuk.”
“Gue gak bilang lo
semua kayak monyet loh, ya.”
Dan begitulah
perdebatan sang Ketua Kelas dengan murid-muridnya yang bisa dibilang gak bisa
diem kayak monyet–eh?
*****
Aku membaringkan
tubuhku pada kasur mini yang telah menemani tidurku sejak dari balita sampai
sekarang. Mataku menatap langit-langit kamarku yang dicat berwarna biru muda.
Entah kenapa hari ini
begitu membosankan, padahal hampir setiap hari aku mengalami dan menikmati
kehidupan datarku ini. Ah, apa sebaiknya aku jalan-jalan keluar untuk
menghilangkan rasa bosanku?
Dengan cepat, aku
mengeluarkan ponsel dan mengetikkan sesuatu di sana.
---
[Alicia
Viani]
Cuy!
[Rasel
Aqilaa]
?
[Alicia
Viani]
Jalan yuk, boring gue
di rumah mele. :3
[Rasel
Aqilaa]
Tumben makhluk kayak lo
bisa bosen. Gue kira lo bakal nelor di kamar.
[Alicia
Viani]
Anjrit lo! Lo kira gue
ayam apa, ha?!
[Rasel
Aqilaa]
Bukan, gue kira lo
burung. :v
[Alicia
Viani]
Kampret bener gue punya
temen kayak lo -__- buruan, mau jalan apa enggak? Gue mau nyari drakor baru, neh.
[Rasel
Aqilaa]
Boleh, deh. Naik apa
emangnya?
[Alicia
Viani]
Buroq.
[Salwa
Aqilaa]
-_______-
---
*****
Motor matic-ku sudah terpakir di pekarangan rumah
Salwa. Aku sedikit berkaca pada spion motor untuk menata rambutku yang lumayan
berantakan gara-gara tertiup angin. Tak lupa aku menyemprotkan parfum ke daerah
tubuhku yang mulai berkeringat.
Kayak
mau jalan sama pacar aja gue.
“Bro!”
Aku menolehkan kepalaku
pada Rasel yang ternyata sudah berdiri di belakang motor. Lalu kemudian aku
memberikan dia helm berwarna pink yang bergambar lope-lope.Rasel mengambil helm tersebut dan duduk di jok belakang.
Aku menyalakan motorku dan melaju meninggalkan rumah Rasel.
“Mau jalan ke mana lo?”
“Hmm.. tadinya gue mau
beli kaset drakor, tapi berhubung kaset gue udah banyak dan belum semua gue
tonton, jadi gue putusin buat ke toko buku.”
“Tumben amat lo beli
buku. Btw, tadi pas pulang sekolah,
gue ngelihat Farkhan sama Rere pulang bareng. Boncengan!”
Motor yang sedang kukemudikan
mendadak menjadi oleng. Beruntungnya jalanan agak sepi, jadi aku bisa
menormalkan kembali motorku.
“Weeeh.. santai.”
“Gila! Gimana gue bisa
santai, hati gue jadi panas neh.”
“Bentar lagi nyampe toko
buku. Lo bisa ngadem di sana, Al. Kalo mau, lo buka aja baju lo biar hati lo
ikutan adem.”
Aku hanya mengerutkan
keningku mendengar nasehat ngawur dari Rasel.
Sesampainya di toko
buku, aku langsung menuju rak novel. Mataku langsung berbinar begitu melihat
deretan novel yang rasanya ingin kubeli semua. Andai saja aku milliyarder,
sudah kubeli nih toko buku beserta dengan pegawai-pegawainya.
“Yang ini bagus nih,
Al. Lihat coba cover-nya, unyu kayak
muka gue.”
Aku merebut novel yang
sedang dipegang Rasel. Dari cover-nya
memang kelihatan sangat bagus, lalu aku membalikkan novel itu dan membaca
sinopsisnya. Tak lama aku menggeleng-gelengkan kepalaku.
“Dapet novel ini
darimana?”
“Tuh.” Rasel
menunjukkan rak yang berada di belakangku. Aku mendekati rak itu dan menunjuk
kertas kecil yang menempel di bawah rak.
“Lo baca, gak? Ini
novel dewasa dudul! Inget umur, sayangku.”
Rasel nyengir lalu
menggaruk-garuk rambutnya.
“Gak usah sok-sokan
kayak monyet, deh.”
“Anjrit lo!”
Aku mengangkat bahu dan
kembali memilih-milih buku.
“Sekarang lagi zamannya
novel wattpad, ya? Kok perasaan gue
nemuin yang dari wattpad mulu.”
“Masa,
sih? Sini gue lihat.”
Aku
menyerahkan 2 novel ke Rasel yang sebelumnya kupegang. Rasel menerima novel
tersebut, lalu tak lama ia mengerutkan keningnya dan kemudian menatapku.
“Emang apa bedanya?
Perasaan sama aja.”
“Emang sama aja, sih.
Tapi, kan...”
“Wattpad itu apaan emangnya?”
Aku ternganga mendengar
pertanyaan Rasel.
*****
Hari beranjak semakin
sore, langit berwarna abu-abu, sepertinya malam ini akan turun hujan. Untungnya
aku sudah ada di rumah sejak 1 jam yang lalu.
Aku melangkahkan kakiku
menuju stop kontak yang berada di samping tempat tidurku lalu kukeluarkan
ponsel yang mati akibat kehabisan baterai.
Setelah men-charger ponsel, aku membaringkan tubuhku
di kasur. Tak butuh waktu lama, aku
sudah terlelap tidur.
Part 2
Esoknya, aku
sudah berada di kelas pada jam 6 pas. Mengingat karena akan ada pengayaan
susulan, tiba-tiba saja aku menjadi rajin dadakan. Mandi saja jam 5 pagi,
padahal kalau hari-hari biasa, jam 6 aku baru mandi.
“Al.”
Tanpa kuduga, tiba-tiba
saja Farkhan berdiri di depan mejaku. Aku mendongak untuk menatap wajahnya yang
tampan nan rupawan itu.
“Ya? Kenapa, Khan?”
Untung saja Tuhan
meletakkan posisi jantung berada di dalam tubuh. Coba kalau di luar, bisa
dibayangkan betapa malunya aku kalau Farkhan tahu bahwa sejak dia berdiri di
depan mejaku, jantungku jadi berdetak tak karuan.
“Kemaren ponsel lo
rusak?”
“H-hah? Enggak, kok.
Kenapa emangnya?”
“Gue semalem nge-line lo.”
“Serius?”
Mataku tiba-tiba saja
melebar. Teringat kemarin aku ketiduran dan ponselku sedang di-charger. Bodoh! Kapan lagi aku di-line sama Farkhan?!
“Iya, serius. Lo bisa
cek sendiri.”
“Emang kenapa lo nge-line gue?”
“Buat mastiin lo
baik-baik aja.”
“Eh?”
Sudah kupastikan kalau
pipiku akan berubah warna dalam hiungan detik.
Aduh
Farkhan sayaaang, kamu beneran nanya kayak gitu ke aku?
“Hahaha, canda, kok.
Gue Cuma mau bilang kalo buku catatan Biologi lo ke bawa sama gue.”
Anjrit
anjrit anjrit... kamu kok bohongin aku, sih, sayaaang?!
“Ooh..” aku
mengangguk-anggukkan kepalaku, “terus sekarang buku catatan Biologi gue mana?”
“Nah, buku lo
ketinggalan di rumah.”
“Hmm.. terus kira-kira
kapan lo ngembaliin bukunya?”
“Buru-buru amat,
emangnya gak seneng buku lo ada di gue?”
“Maksud lo?” Alamaaak! Mimpi apa gue semalem..!!
“Canda lagi, kok. Nanti
deh kalo gue inget. Ya udah, gue cabut ke belakang ye.”
“Eh- oke, sip.”
Buru-buru aku menutup
wajahku dengan kedua telapak tangan. Tingkah Farkhan pagi ini sangat tidak
biasa dan bisa saja aku terkena serangan jantung dini gara-gara cowok itu.
Limabelas menit
berlalu, semua murid sudah berada di dalam kelas dan kini kami sedang khusyuk
mendengar penjelasan dari Mr. Wije–guru Bahasa Inggris kami. Kelas tampak
hening dan tenang sampai sebuah suara memecah keheningan.
Broootdh~
“Anjrit. Siapa yang kentut?!”
Semuanya–termasuk aku–serempak
menoleh ke arah Farkhanyang duduk di meja paling pojok, belakang pula. Ia
tampak menutup hidung dengan salah satu telapak tangannya. Refleks, semuanya
juga ikut menutup hidung masing-masing.
“Iya. Siapa sih? Jorok
banget iyuwh.”
“Baunya kayak ikan asin
campur pete.”
“Kok lo tahu sih
baunya? Wah, jangan-jangan elo ya?!”
“Dih. Bukan gue.”
“Dahsyat banget nih
bau. Sampe pengen gue tambahin pake kentut gue.”
“Ewwh.. gak tahan gue
baunyaaaa!!”
Kelas tampak ricuh
karena protes teman-teman yang sudah seperti penjual dan pembeli di pasar.
Terlebih anak perempuan yang–kebanyakan–berteriak-teriak gaje. Padahal hanya sebuah suara kentut dan baunya juga gak bau-bau
amat kok.
Tuk.
Tuk. Tuk
“Hei, hei.”
Spidol Mr. Wijeyang
diketuk-ketukan ke papan tulis menyita perhatian kami yang sebelumnya terfokus
pada kentut. Mr. Wije menggeleng-gelengkan kepalanya seraya menatap kami dari
barisan paling depan hingga barisan paling belakang. Ia berdeham lalu berkata,
“Dik, ini lagi pengayaan. Harusnya fokus kalian cuma buat pelajaran yang saya
terangkan di depan. Pengayaan itu penting lho, Dik. Maksud dari pengayaan ini
adalah mengulang lagi pelajaran kalian dari kelas tujuh sampai kelas sembilan.
Barangkali kalian lupa, kan bisa kita bahas sama-sama dipengayaan. Paham?”
Kami semua terdiam
sebentar lalu mengangguk-anggukkan kepala kami, “Paham, Pak.”
“Baiklah. Saya tidak
mau lagi kalian selingkuh dari pelajaran saya. Masalah kentut, itu sebenarnya
saya yang kentut. Maafkan saya, ya?”
*****
Waktu istirahat telah
tiba. Seperti biasa, aku akan mengajak Rasel untuk jajan cantik di kantin. Beruntungnya hari ini karena dua sejoli
yang biasa bermesraan di kelas–maksudku Farkhan dan Rere–sedang masa libur
untuk melakukan kegiatannya mungkin, well
aku tidak melihat mereka berdua. Yah, suatu keberuntungan bagiku karena aku
tidak mungkin terus-terusan membatin.
Ternyata tebakanku
salah. Saat tiba di kantin, pandanganku langsung tertuju pada dua sejoli yang
amat sangat kukutuk itu. Mereka tampak sedang mengobrol sambil memakan bakso
masing-masing, sekali-kali mereka saling menyuapkan bakso.
Ewh!
Apa susahnya sih tinggal makan masing-masing tanpa suap-suapan?! Apa coba ini?
Mereka pindah lapak pacaran ke kantin?!
“Sel, kayaknya gue udah
kenyang deh. Kalau lo mau modus ke kak Jack, lo sendiri aja gak papa, kan?”
“Lah. Kenapa? Lo kok
jahat sih ke gue?”
“Dibilang gue udah
kenyang. Gue cabut duluan ya? Byee..”
Aku langsung balik
badan dan meninggalkan Rasel.
Kenapa
kisah cinta itu gak seindah drama Korea? Song Joong Ki Ahjussi!
Gue pengen jadi Song Hye Kyo aja kalau
kayak gini..
*****
Sepulang sekolah, aku
langsung masuk kamar dan menguncinya dari dalam. Aku merebahkan diri pada kasur
tanpa memperdulikan tubuhku yang masih terbalut dengan seragam sekolah. Lecek?
Siapa peduli.
Huft..
capeknya hari inii..
Aku mengusap-usap
wajahku dengan kedua telapak tangan. Tiba-tiba saja pikiranku melayang pada
ucapan Farkhan tadi pagi.
‘Gue
semalem nge-line
lo.’
“Hah?!”
Buru-buru aku mengambil
ponselku yang berada di atas nakas. Dengan gerakan cepat, aku mengaktifkan
ponselku yang dari kemarin malam lupa ku nyalakan. Dan benar saja, setelah aku
membuka aplikasi line, terpampang
nama FarkhanDwi A.di antara chatlist ku
yang lain. Aku langsung membaca line dari
Fakhan.
---
[FarkhanDwi
A.]
Al, buku lo kebawa sama
gue. Gue balikin besok aja ya. Night.
---
Singkat. Padat. Jelas.
Tapi membuat hatiku
menjadi berbunga-bunga. Hm... sebaiknya aku balas atau tidak ya? Mau kubalas
tapi nanti topiknya apa? Buku? Aneh bangeeet.
Saat aku sedang
mempertimbangkan antara balas atau tidak. Tiba-tiba saja sebuah line masuk lagi.
---
[FarkhanDwi
A.]
Kok cuma diread hm?
---
Mataku langsung melebar
setelah membaca isi line tersebut.
Apa Farkhan salah kirim? Apa itu sebenarnya line
untuk Rere? Apa dia sedang mabuk? Berbagai pertanyaan langsung berkecamuk
dipikiranku.
---
[Alicia
Viani]
Eh? Kenapa emang?
[FarkhanDwi
A.]
Gak papa sih wkwk. Lagi
apa?
[Alicia
Viani]
Tiduran aja. Lo
sendiri?
[FarkhanDwi
A.]
Mikirin seseorang.....
[Alicia
Viani]
Udah ketebak. Pasti si
Rere kan? Wkwk.
[FarkhanDwi
A.]
Bukan. Seseorang lah.
---
Memikirkan seseorang?
Apa itu... aku?
---
[Alicia
Viani]
Siapa emangnya? Gue
kepo nih.
---
Setelah membalas line dari Farkhan, aku beranjak dari
kasurku dan berlari menuju wc. Kantung kemihku sudah tak kuat menampung air yang kutahan sedari tadi.
*****
Rumah
Farkhan.
Suara pintu terbuka
terdengar jelas di dalam kamar Farkhan. Kamar itu memiliki fasilitas kamar mandi
di dalamnya.
Rendi dan Zufar tengah
asyik bermain game online diponselnya
Farkhan. Rendi tertawa sangat nyaring sehingga Farkhan yang sehabis mandi
langsung mengerutkan kening begitu pandangannya beralih pada mereka berdua.
“Lo berdua lagi pada
ngapain sih? Aneh banget. Oh, gue tahu! Lo berdua pasti lagi..”
“Apa sih, Khan. Jangan nethink mulu sama kita.” Zufar langsung
memotong ucapan Farkhan yang disambut anggukkan oleh Rendi.
“Makanya kasih tahu gue
dong biar gue gak nethink.” Setelah
selesai memakai baju, Farkhan langsung ikut gabung bersama kedua temannya. Ia
duduk di antara Rendi dan Zufar.
“Nih. Gue udah selesai
minjemnya.” Ucap Zufar sambil memberikan ponsel tersebut pada Farkhan.
Farkhan menerima
ponselnya dan semakin mengerutkan kening begitu melihat tampilan ponselnya yang
sedang membuka aplikasi line.
“Lo berdua abis
ngapain? Jangan bilang lo abis ngebajak line
gue?!”
“Tahu ae lo. Udahlah,
gue sama Zufar mau pulang.” Rendi beranjak dari kursinya dan disusul oleh
Zufar. Mereka berdua langsung keluar dari kamar Farkhan. Sementara cowok
pemilik kamar itu masih mengerutkan keningnya. Ia berfirasat bahwa temannya itu
pasti sudah melakukan hal yang aneh terhadap akun line-nya.
*****
Limabelas menit berlalu
tetapi Farkhan belum juga membalas line terakhir
dariku. Apa dia lupa? Atau sengaja mengabaikanku? Atau dia malas membalas line dariku karena aku terlalu
membosankan danemotless?
Part 3
“Happy mensive, Say.”
Ketika
sampai dipintu kelas, aku langsung berhenti begitu mendengar suara yang sangat
kukenal. Suara Farkhan. Aku mundur perlahan dan bersembunyi dibalik pintu. Kulihat
Farkhan sedang memberikan sebatang cokelat untuk Rere yang sedang tersenyum
kepadanya.
“Happy mensive too.”
Mereka
berdua saling melempar senyum lalu kemudian duduk di kursi milik entah siapa
itu. Aku hanya tersenyum kecut melihat kemesraan mereka yang sebenarnya tidak
mesra-mesra amat–hanya saling berpegangan tangan dan mengobrol biasa.
Dengan
ragu, kulangkahkan kakiku untuk masuk ke dalam kelas. Ketika melewati meja
mereka, aku langsung menundukkan kepalaku. Tujuannya menyembunyikan mimik
wajahku yang mungkin terlihat sedih.
Setelah
sampai meja, buru-buru aku membuka tas dan mengeluarkan buku. Aku memang
terlihat sedang membaca buku tetapi pikiranku melayang pada Farkhan dan Rere.
“Wei!
Pagi-pagi udah belajar aja lo.”
Seseorang
tiba-tiba saja menepuk bahu kananku. Aku menoleh dan menemukan kedua teman
Farkhan. Rendi dan Zufar sedang tersenyum manis padaku–tapi menurutku itu
adalah senyuman yang aneh.
“Eh,
iya hehe.”
Aku
kembali memokuskan pandanganku pada buku yang sebelumnya aku... memang aku membacanya?
Kulirik
Rendi duduk di bangku sebelah yang memang sengaja aku kosongkan. Dia kembali
tersenyum yang menurutku senyuman paling aneh sedunia–eh, gak juga sih.
“Apa
sih, Ren?”
Aku
mulai risih ketika Randi menatapku dengan cara yang berbeda–tatapan seperti
ingin apa, ya?
“Gak
papa sih. Udahlah, cabut yuk, Far.”
Aku
menggeleng-gelengkan kepalaku ketika melihat mereka tiba-tiba meninggalkanku begitu saja.
Dasar makhluk aneh.
*****
Selama pelajaran Bu Eti, semua teman
di kelasku tampak khusyuk memperhatikan guru pelajaran pengetahuan sosial itu.
Entah karena sihir apa, teman sekelasku biasanya tak bisa diam selama pelajaran
berlangsung. Tapi kali ini semuanya berbeda dari sebelum-sebelumnya.
“Baiklah murid-murid.
Untuk tugas kali ini saya akan membagikan tugas perkelompok. Kelompok
pertama...”
Halah, paling juga aku
sekelompok dengan teman-temanku yang berinisial huruf A.
“Alicia Viani,
Raselina...”
What?!
Aku sekelompok sama Rasel?! YES!
“Zufarsyah Baihaq, Rere
Andromeda...”
“HAH?!”
Bukan. Bukan aku yang
berteriak. Tapi itu adalah suara Rere. Semua temanku tampak penasaran, ada yang
menatap sinis, ada juga yang hanya melirik sekilas lalu kembali memperhatikan
Bu Eti.
Dia
kenapa ya?
“Ya, Rere? Ada yang
ingin ditanyakan?”
“Eh? Hah? Gak ada kok,
Bu heheh.”
*****
Saat
sedang jajan bakso di kantin, kalau diperhatikan, hari ini Rasel terlihat
murung. Mood-nya kadang-kadang memang
gak ketebak sih. Biasanya juga jika Rasel menanggapi curhatanku, dia akan
melontarkan kalimat sinis tapi lucu kalau menurutku.
Dan
hari ini Rasel terlihat berbeda. Saat aku sedang curhat tentang mensive-nya Farkhan dan Rere, dia malah
menanggapi seadanya. Jawabannya hanya berupa ‘ya.’, ‘masa sih?’, ‘oh gitu.’,
‘wah.’ dan ‘gak tahu.’
“Sel?”
Rasel
sibuk mengaduk-aduk baksonya.
“Sel?”
Masih
tetap sama.
“Rasel?!”
Masih
tetap sama juga.
“Raselina?!”
Kali
ini suaraku lebih keras sampai dia terlonjak kaget lalu menatapku sinis.
“Gak usah teriak-teriak
bisa, gak?!”
Tanpa kuduga,
tiba-tiba Rasel meninggalkanku begitu
saja. Aku terdiam sesaat–terkejut dengan sikap Rasel baru saja. Saat aku
menyadari bahwa Rasel benar-benar meninggalkanku, aku beranjak dari kursi dan
mengejarnya. Untungnya aku sudah membayar bakso saat memesan.
Rasel
kenapa sih?!
*****
Saat sampai
di kelas, aku langsung melihat Rasel tengah duduk di kursinya. Huft..
syukurlah, kukira dia sedang kenapa-napa.
Tapi ternyata
perkiraanku salah, saat aku sedang berjalan ke arah cewek berkacamata itu, Rasel
meninggalkanku lagi dan sempat kulihat sekilas, mata Rasel berair!
*****
Setelah aku
mencari keberbagai ruangan yang berada di sekolah ini, akhirnya aku menemukan
Rasel sedang berada di taman belakang sekolah. Dia tampak sedang melamun.
Dengan pelan-pelan, aku melangkahkan kakiku untuk mendekatinya.
Aku menyentuh
bahu Rasel dan Rasel mendongakkan kepalanya. Aku terkejut karena mata Rasel
yang membengkak.
“Sel..”
Rasel
mengangkat satu tangannya. “Muka gue jelek banget ya?”
“Sel.. lo? Lo
kenapa?”
“Duduk sini.
Gue ceritain penyebab mata gue kayak gini.”
“Tapi lo gak
bakal kabur lagi, kan?”
Rasel
tersenyum jenaka sementara aku memasang mimik aneh.
“Jadi.. lo
kenapa?”
“Lo tahu, kan
kalau gue suka sama kak Zaki? Ternyata dia udah lama taken sama saudaranya Rere. Gue gak tahu pasti mereka udah berapa
bulan pacarannya, tapi yang jelas pas gue stalk timeline-nya kak Zaki, gue lihat dia nge-tag saudaranya si Rere di status
gitu. Hah.. kenapa gue gak sadar cowok kayak dia mana mungkin ngejomblo, dan
bodohnya gue malah nangisin dia. Gue alay banget gak, sih?”
Aku mengerjapkan
mataku berkali-kali. Jadi karena itu Rasel menangis?
Aku meremas
tangan Rasel. Memang sakit saat tahu orang yang kita suka ternyata sudah milik
orang lain. Tapi apa boleh buat...
“Terus
sekarang perasaan lo gimana?”
“Tahu dah.
Tapi mulai sekarang gue akan lupain kak Zaki. Karena bagaimanapun juga, kak
Zaki bukan orang yang pantes gue tangisin hahah..”
Aku tersenyum
mendengar tawa Rasel. Siapa pun yang menjadi pacar Rasel, dia adalah orang yang
beruntung karena Rasel adalah pribadi yang kuat dan pantas untuk dicintai
dengan sepenuh hati.
*****
Aku tidak
menyangka bahwa saat ini aku sedang berada di rumah Rere– duduk berhadapan
dengannya pula. Kenapa aku bisa segugup ini padahal di sampingku ada Rasel dan
di samping Rere ada Zufar. Well, kalau
sewaktu-waktu Rere akan mencakarku, aku akan langsung bersembunyi di belakang
punggung Rasel.
“Oke guys. Kerja kelompok kali ini gue bakal
kasih kalian tugas masing-masing. Rasel, lo bagian ngegambar pulau Sumatera.
Zufar, lo bagian gambar pulau Jawa. Gue ambil pulau Sulawesi. Dan terakhir
Alicia, lo sisanya.” Pembukaan kerja kelompok kali ini diawali dengan pembagian
gambar pulau yang ditentukan oleh Rere–tanpa ada persetujuan dariku, Rasel
maupun Zufar.
“Loh?! Kok
Alis kebagian banyak sih?!” Rasel menggebrak meja sambil menatap Rere tajam.
“Kalau lo mau
ambil bagian Alicia, silahkan. Dan tolong jaga attitude.”
Kulihat Rasel
menahan emosinya. Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ya ampun Rasel, makasih
udah sempat-sempatnya membelaku yang lemah ini huhu..
“Pasti kalian
haus ya? Gue ambilin minum bentar.”
Saat Rere
hendak berdiri, kulihat Zufar tampak menahannya lalu Rere memberinya senyuman
dan kedipan. Setelah itu, Zufar melepas genggaman tangannya.
*****
Rere memasuki
kamarnya dan menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. Ia merogoh saku dan
mengeluarkan ponselnya. Rere langsung tersenyum begitu melihat nama seseorang
tertera di layar ponsel.
Rere membuka
dan membaca sebuah pesan line dari
orang tersebut.
‘Kapan putus sama Farkhan?Ini udah 2 bulan.’
*****
Entah kenapa
hari ini aku sangat malas untuk bersekolah.
Kalau bukan karena sebentar lagi aku akan menghadapi Ujian Nasional atau UN,
aku akan memberi alasan sakit kepada wali kelasku supaya aku tidak usah
repot-repot datang ke sekolah hehe.
Ketika hendak
sampai kelas, tiba-tiba saja aku mendengar suara seorang cewek tengah terisak.
Aku bersembunyi di balik pintu untuk memastikan apa yang telah terjadi.
“Gue gak
nyangka ya ternyata selama ini gue cuma korban permainan konyol lo sama saudara
lo itu. Gue ini manusia, Re. Gue punya hati.”
Rere dan
Farkhan! Hah?! Kenapa mereka?!
“Gue gak suka
basa basi. Kita putus.”
Kulihat
Farkhan tengah berjalan ke arahku–lebih tepatnya ke arah pintu. Buru-buru aku
berlari meninggalkan kelas. Kalau ketahuan kan berabe.
Rere sama Farkhan putus?!
*****
Saat
pelajaran pertama berlangsung, aku tidak melihat Farkhan berada di dalam kelas.
Kulihat Rere juga ketahuan sering melamun ketika guru bertanya padanya.
Sebenarnya aku ingin bertanya langsung kepada mereka, tapi urusanku apa coba?
Nanti malah ketahuan kalau aku naksir sama Farkhan.
“Jajan yuk,
Al.”
Aku menoleh
pada Rasel yang tiba-tiba saja sudah duduk di sabelahku. Ia menaik-turunkan
alisnya sambil tersenyum jenaka.
“Lagi lamunin
apa hayooo?”
“Apa sih,
Sel.”
Ia
mendekatkan wajahnya.“Farkhan ya? Gue udah tahu semuanya.”
“Hah?!”
“Makanya, ayo
jajan!”
Tanpa
mendapat persetujuan, Rasel sudah menarikku ke kantin.
*****
Aku menopang
dagu dengan malas sambil memperhatikan Rasel yang sibuk mengunyah makanannya.
Kalau bukan karena Farkhan, sebenarnya aku tidak usah repot-repot menemani
Rasel di sini. Toh, biasanya jika aku sedang badmood atau sedang tidak nafsu makan, Rasel biasa jajan sendiri.
“Cepetan
cerita.”
Rasel
berhenti mengunyah makanannya lalu menatapku sambil tersenyum. “Kepo banget
yaaa?”
Aku mendengus
kesal. “Iyalah! Buruan ceritaaa..”
“Jadi
begini..”
Kalimat-kalimat
selanjutnya yang diucapkan Rasel, berhasil membuatku terkejut dan tidak percaya
dengan apa yang telah terjadi pada hubungan Rere dan Farkhan–yang kuketahui
hubungan mereka selalu adem.
Aku menjilati
bibirku yang terasa kering, well karena
aku belum sarapan sejak tadi pagi, dan di sini–di kantin, tiba-tiba saja aku
tidak nafsu makan. Sedikit agak kelaparan sih, tapi aku sudah terbiasa dengan
ini.
“Tahu gak,
Al?”
“Hm?”
“Gue udah
jadian sama Rendi.”
*****
Aku
terbengong-bengong di mejaku sambil mengingat beberapa kejadian yang sudah
kualami sejak dari pagi tadi.
Farkhan dan
Rere putus.
Penyebab
mereka putus adalah karena saudaranya Rere sendiri.
Zufar, Rendi
dan Farkhan sedang berantem.
Rasel jadian.
Haa.. kenapa
hari ini begitu aneh? Apa karena besok Farkhan ulangtahun? Hah?! Oh iya.. besok si Farkhan ulangtahun...
Kulihat ke
belakang–ke meja Farkhan–terlihat Farkhan tengah tertidur di mejanya. Aku
menatapnya iba. Kalau saja tidak ada permainan
konyol antara Rere dan saudaranya–tidak pasti juga–semua ini akan baik-baik
saja.
*****
Saat pulang
sekolah tadi, entah aku yang terlalu banyak berkhayal atau mungkin terlalu
banyak bermimpi, tiba-tiba saja Farkhan mengajakku untuk pulang bersama. Senang
memang, tapi aku menolaknya. Kenapa? Aku tahu cuma bahan pelampiasan Farkhan.
Mana ada orang habis putus langsung jalan sama cewek lain? Benar-benar cuma
pelampiasan. Tapi kenapa harus aku?!
Aku
mengusap-usap wajahku. Drama Korea yang sedang kutonton pun tidak ada
efeknya–efek baper biasanya, pikiranku masih melayang pada kejadian aneh hari
ini.
Epilog
Part 1
Farkhan mengernyit melihat namanya yang tertulis di buku Biologi milik
Alicia. Apa ia salah lihat? Tapi masa iya salah liat? Di bukunya terlutis Farkhan love Alicia. Apa Alicia
menyukainya?
Penasaran,
Farkhan pun mengambil ponselnya dan mengetik pesan line untuk cewek itu. Ia ingin mengetahui kebenaran apa benar
Alicia menyukainya?
---
[FarkhanDwi
A.]
Al, buku lo kebawa sama
gue. Gue balikin besok aja ya. Night.
---
Part 2
Sepulang
sekolah, tidak biasanya Zufar dan Rendi ikut ke rumah Farkhan. Yah, karena
Zufar dan Rendi adalah temannya, akhirnya ia memperbolehkan mereka untuk ikut
dengannya.
“Gue mau
mandi dulu. Anggep aja ini kamar kalian berdua. Boleh lah ngacakin kamar gue
tapi jangan sampe nyuri mainan gue ye?”
“Yaelah,
Khan. Kita gak se-rakjel itu keles.” Rendi menggeleng-gelengkan
kepalnya ketika melihat Farkhan sudah masuk ke kamar mandi.
“Khan, gue
minjem ponsel lo ya?” Zufar berteriak, tapi tidak ada jawaban dari Farkhan.
Akhirnya Zufar membuat keputusan sendiri untuk mengiyakan pertanyaannya. Ia
mengambil ponsel Farkhan yang tergeletak sembarang di atas meja belajarnya lalu
kembali duduk di samping Rendi.
“Main game dong.” Rendi mengintip apa yang
sedang dilakukan Zufar pada ponsel Farkhan.
“Eh, ada line buat si Alis, nih. Kerjain kuy?”
“Lah, emang
kenapa?”
“Si Alis, kan
suka sama Farkhan. Lo gimana sih?”
“Oh iya. Kuy lah.”
---
[FarkhanDwi
A.]
Kok cuma diread hm?
---
Part 3
Saat itu
Rumah Rere sedang kedatangan tamu yaitu kak Zaki, kakak kelas SMA sekaligus
pacar saudaranya. Pacaran mereka tidak pacaran seperti orang lain biasanya.
Mereka berpacaran bukan hanya karena saling suka, tapi juga untuk saling
memotivasi karena masing-masing adalah murid terpintar di kelasnya.
Saudara Rere
bernama Salma. Mamanya Salma adalah adik dari Papanya Rere. Kenapa Salma
tinggal bersama Rere? Karena mereka sudah terbiasa bersama sejak kecil dan Papa
Rere mengizinkannya untuk tinggal bersama. Seminggu sekali Mama Salma selalu
menjenguk anaknya.
“Re, sini
deh.” Salma yang melihat Rere baru keluar dari kamarnya, langsung memanggil
saudaranya untuk bergabung bersama Salma danZaki.
“Apaan?” Rere
berjalan ke arahnya.
“Main ToD
yuk?”
“Hah?”
Salma gemas
sendiri. Dengan cepat, ia pun menarik tangan Rere untuk duduk bersamanya dan
Zaki.
“Cepet puter botolnya.” Zaki pun mengikuti
perintah Salma, ia memutarkan botol yang sebelumnya ia pegang. Dan, ujung botol
tersebut mengarah pada Salma.
“Truth or Dare?” tanya Rere dan Zaki
bersamaan.
“Truth.” Jawab
Salma.
Rere dan Zaki
langsung bisik-bisik. Setelah 5 menit berdiskusi, akhirnya mereka menemukan
pertanyaan untuk Salma.
“Pernah
selingkuh dari kak Zaki?”
“Pernah.”
“Sama siapa?”
“Farkhan Dwi
Althair.”
“Loh, itu kan
temen gue, kak.”
Salma
mengangguk santai sementara Zaki hanya tersenyum kecut. Mungkin ini adalah
balasan dari Salma untuk Zaki yang sebelumnya memang sempat pernah
berselingkuh.
Botol kembali
diputar, kali ini ujungnya mengarah pada Rere.
“Truth or Dare?”
tanya Salma.
“Dare.”
“Pacaran sama
Farkhan selama 2 bulan.” Tanpa berdiskusi dulu dengan Zaki, Salma sudah
mengajukan tantangan untuk Rere yang disambut dengan tatapan tak percaya dari
Rere.
“Tapi kak, gue udah punya Zufar.”
“Gue gak mau tahu.”
loading...
0 Response to "NOVEL: 3 DAYS Karya Aisyah Fazriah Full"
Post a Comment