loading...
Sebenarnya bel pertanda masuk sudah berbunyi sejak 10 menit yang lalu, tapi tumben-tumben guru yang mengisi di kelasku belum juga datang. Biasanya sih, 5 menit setelah bel, guru harus sudah ada di kelas.
“Heh anak culun! Jangan
diem mulu. Sana susulin gurunya! Kalo nilai gue jelek, lo mau tanggungjawab
bikin gue malu di depan Rere, ha?!”
Atau..
“Anak cupuuu! Gurunya
mana gurunya?! Cepet panggilin sebelum gue minta Tuhan buat panggilin elo?!”
Aku
menggeleng-gelengkan kepalaku. Kenapa rasanya Farkhan tega banget ya ke aku?
Minta Tuhan buat panggilin aku? Gila gila
gila..
“Woi,
Al!”
Refleks
aku menolehkan kepalaku ke arah sumber suara yang tadi memanggil namaku.
Apa jangan-jangan
beneran Tuhan? Anjrit gue belum siap mati..!
“Lo..
kenapa?”
Syukur
tadi yang memanggilku adalah Farkhan. Tunggu, tunggu.. siapa?
“Gue
denger-denger.. lo pinter Biologi, ya?”
“Ehm..
gak terlalu, sih. Kenapa? Mau minta diajarin? Kalo mau, lo harus bikin
perjanjian dulu sama gue. Soalnya gue sibuk kalo abis pulang sekolah eheheh.”
“Bukan.
Bukan itu..”
Anjrit malu gue malu...
“Te..rus
kenapa?”
“Jadi
kemaren kan ada PR, tuh. Dan gue belum ngerjain PR-nya. Gue boleh nyalin PR lo,
gak?”
“Oh
itu..” aku mengangguk-anggukkan kepalaku, boleh
bangeeet sayangkuuu.. asal putusin dulu si Rere, “boleh, bentar.”
Aku
mengambil buku catatan Biologiku dan menyerahkannya pada Farkhan. Saat Farkhan
mengambil buku dari tanganku, tak sengaja tangan kami saling bersentuhan. Dan
sebagai bonus, Farkhan menyunggingkan senyum manisnya untukku.
Oksigen mana oksigen?!.
Oksigen gue diambil semua sama Farkhan..!!
“Perhatiaaan!”
Suara
nyaring dari arah pintu membuatku kembali tersadar setelah sebelumnya terkena
hipnotis Farkhan. Semua murid–termasuk aku–menolehkan pandangan kami pada
sesosok cowok yang sedang mengatur nafas sambil membungkuk, memegangi kedua
lututnya.
“Jadi
teman-temanku tercinta, guru-guru lagi kedatangan tamu yaitu Ketua Yayasan kita.
Nah, karena guru-guru pada sibuk. Jadi kita diperbolehkan untuk pulang duluan.
Tapi.. pulangnya jangan ribut-ribut, ntar ketahuan sama Ketua Yayasan kan
berabe.”
“Maksud
lo guru-guru nyuruh kita kabur?”
“Edan lah kita disuruh pulang.”
“Terus
pengayaan kita gimana?”
“Sia-sia
lah gue ngerjain PR Biologi.”
“Ada
acara bagi-bagi duit gak kayak tahun kemaren?”
“Gue
mau wi-fian dulu di sini, kira-kira
Ketua Yayasan bakal keliling sekolah, gak?”
“Asoooy
gue mau ngapel sama ayang bebeb.”
Pertanyaan
dan pernyataan datang bertubi-tubi dari teman-teman kelasku yang terkenal akan
keributannya dibanding kelas-kelas yang lain. Well, kecuali aku yang tidak bersuara sama sekali.
“Harap
tenang, harap sabar. Gue jawab pertanyaan kalian satu-satu, nih. Tadi siapa
yang nanya soal pengayaan?”
“Gue.”
“Pengayaan
siang ini diundur jadi besok pagi. Dan gue ingetin, besok pagi kalian berangkat
jam 6 lebih 15 menit, lebih bagus lagi jam 6 udah ada di sini. Yang nanya kita disuruh
kabur sama guru, sebenarnya bukan disuruh kabur tapi daripada kita diem di sini
mending kita belajar buat nanti try out
di rumah.”
“Tapi
kan try out masih lama.”
“Anjir,
buat persiapan try out lah. Ada yang
mau ditanyakan lagi? Kalo gak ada, kemasin barang kalian daaan inget! Jangan
kresak-krusuk kayak monyet lepas.”
“Sialan
lo nyamain kita sama monyet. Lagian monyet kan gelantungan di pohon bukan
kresak-krusuk.”
“Gue
gak bilang lo semua kayak monyet loh, ya.”
Dan
begitulah perdebatan sang Ketua Kelas dengan murid-muridnya yang bisa dibilang
gak bisa diem kayak monyet–eh?
*****
Aku
membaringkan tubuhku pada kasur mini yang telah menemani tidurku sejak dari
balita sampai sekarang. Mataku menatap langit-langit kamarku yang dicat
berwarna biru muda.
Entah
kenapa hari ini begitu membosankan, padahal hampir setiap hari aku mengalami dan
menikmati kehidupan datarku ini. Ah, apa sebaiknya aku jalan-jalan keluar untuk
menghilangkan rasa bosanku?
Dengan
cepat, aku mengeluarkan ponsel dan mengetikkan sesuatu di sana.
---
[Alicia Viani]
Cuy!
[Rasel Aqilaa]
?
[Alicia Viani]
Jalan
yuk, boring gue di rumah mele. :3
[Rasel Aqilaa]
Tumben
makhluk kayak lo bisa bosen. Gue kira lo bakal nelor di kamar.
[Alicia Viani]
Anjrit
lo! Lo kira gue ayam apa, ha?!
[Rasel Aqilaa]
Bukan,
gue kira lo burung. :v
[Alicia Viani]
Kampret
bener gue punya temen kayak lo -__- buruan, mau jalan apa enggak? Gue mau nyari
drakor baru, neh.
[Rasel Aqilaa]
Boleh,
deh. Naik apa emangnya?
[Alicia Viani]
Buroq.
[Salwa Aqilaa]
-_______-
---
*****
Motor
matic-ku sudah terpakir di pekarangan
rumah Salwa. Aku sedikit berkaca pada spion motor untuk menata rambutku yang
lumayan berantakan gara-gara tertiup angin. Tak lupa aku menyemprotkan parfum
ke daerah tubuhku yang mulai berkeringat.
Kayak mau jalan sama
pacar aja gue.
“Bro!”
Aku
menolehkan kepalaku pada Rasel yang ternyata sudah berdiri di belakang motor.
Lalu kemudian aku memberikan dia helm berwarna pink yang bergambar lope-lope.Rasel mengambil helm tersebut
dan duduk di jok belakang. Aku menyalakan motorku dan melaju meninggalkan rumah
Rasel.
“Mau
jalan ke mana lo?”
“Hmm..
tadinya gue mau beli kaset drakor, tapi berhubung kaset gue udah banyak dan
belum semua gue tonton, jadi gue putusin buat ke toko buku.”
“Tumben
amat lo beli buku. Btw, tadi pas
pulang sekolah, gue ngelihat Farkhan sama Rere pulang bareng. Boncengan!”
Motor
yang sedang kukemudikan mendadak menjadi oleng. Beruntungnya jalanan agak sepi,
jadi aku bisa menormalkan kembali motorku.
“Weeeh..
santai.”
“Gila!
Gimana gue bisa santai, hati gue jadi panas neh.”
“Bentar
lagi nyampe toko buku. Lo bisa ngadem di sana, Al. Kalo mau, lo buka aja baju
lo biar hati lo ikutan adem.”
Aku
hanya mengerutkan keningku mendengar nasehat ngawur dari Rasel.
Sesampainya
di toko buku, aku langsung menuju rak novel. Mataku langsung berbinar begitu
melihat deretan novel yang rasanya ingin kubeli semua. Andai saja aku milliyarder,
sudah kubeli nih toko buku beserta dengan pegawai-pegawainya.
“Yang
ini bagus nih, Al. Lihat coba cover-nya,
unyu kayak muka gue.”
Aku
merebut novel yang sedang dipegang Rasel. Dari cover-nya memang kelihatan sangat bagus, lalu aku membalikkan novel
itu dan membaca sinopsisnya. Tak lama aku menggeleng-gelengkan kepalaku.
“Dapet
novel ini darimana?”
“Tuh.”
Rasel menunjukkan rak yang berada di belakangku. Aku mendekati rak itu dan
menunjuk kertas kecil yang menempel di bawah rak.
“Lo
baca, gak? Ini novel dewasa dudul! Inget umur, sayangku.”
Rasel
nyengir lalu menggaruk-garuk rambutnya.
“Gak
usah sok-sokan kayak monyet, deh.”
“Anjrit
lo!”
Aku
mengangkat bahu dan kembali memilih-milih buku.
“Sekarang
lagi zamannya novel wattpad, ya? Kok
perasaan gue nemuin yang dari wattpad
mulu.”
“Masa, sih? Sini gue lihat.”
Aku menyerahkan 2 novel ke Rasel yang
sebelumnya kupegang. Rasel menerima novel tersebut, lalu tak lama ia
mengerutkan keningnya dan kemudian menatapku.
“Emang
apa bedanya? Perasaan sama aja.”
“Emang
sama aja, sih. Tapi, kan...”
“Wattpad itu apaan emangnya?”
Aku
ternganga mendengar pertanyaan Rasel.
*****
Hari
beranjak semakin sore, langit berwarna abu-abu, sepertinya malam ini akan turun
hujan. Untungnya aku sudah ada di rumah sejak 1 jam yang lalu.
Aku
melangkahkan kakiku menuju stop kontak yang berada di samping tempat tidurku
lalu kukeluarkan ponsel yang mati akibat kehabisan baterai.
Setelah
men-charger ponsel, aku membaringkan
tubuhku di kasur. Tak butuh waktu lama,
aku sudah terlelap tidur.
****************************to be continued*******************************
****************************to be continued*******************************
loading...
0 Response to "NOVEL: 3 DAYS Karya Aisyah Fajriah Part 2"
Post a Comment