loading...
Riwayat Hidup Khulafa Ar-Rasyidin
1.
Abu Bakar al-Shiddiq
(11-13 H/632-634 M)
Nama
Abu Bakar adalah Abdullah bin Abi Quhafah at-Tamimi. Silsilah keturunannya berjumpa dengan
silsilah Nabi Muhammad pada moyang Murra Ibn Kaab. Silsilahnya adalah Abu Bakar Ibn Usman (Abi Quhafah)
Ibn Amir Ibn Amr Ibn Sa’d Ibn Taim Ibn Murra Ibn Ka’ab Ibn Lu'ayy Ibn Talib Ibn
Fihr Ibn Nadr Ibn Malik. Ibunya bernama
Ummu Khair Salma binti Sakhr. Garis
keturunan ayah dan ibunya bertemu pada neneknya bernama Ka’b Ibn Sa'd Ibn Taim
Ibn Murra, suku besar Quraisy dari
belahan Bani Taim. Abu Bakar sewaktu kecil bernama Abdul Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi menjadi
Abdullah, karena ia paling cepat masuk
lslam. Menurut al-Suyuthi, nama Abu
Bakar adalah 'Atiq, karena terpelihara,
terbebas dari api neraka. Ia diberi kunyah
Abu Bakar artinya orang yang pagi-pagi betul telah masuk Islam. Al-Shiddiq merupakan gelar yang
diberikan kepadanya setelah dia membenarkan peristiwa Isra Mi’raj Rasulullah.
Abu Bakar lahir pada tahun 573 M di Mekah. Setelah ia masuk Islam, seluruh
hidupnya dibaktikan untuk membela Islam.
Karena dakwahnya, banyak orang
Quraisy ternama masuk Islam, seperti Usman bin ‘Affan, Zubair bin 'Awwan, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqas dan Thalhah bin Ubaidillah.
Abu
Bakar mempunyai empat istri, pertama, Kutayla binti Abd ‘Uzza yang melahirkan
Abdulah dan 'Asma; kedua, Ummu Rumman yang melahirkan Abdurahman dan ‘Aisyah;
ketiga, Asma bin Umays yang melahirkan Muhammad bin Abi Bakar; keempat, Habibah bin Kharaja yang melahirkan
Ummu Kultsum. Beliau ikut bersama-sama Nabi hijrah ke Madinah dan bersama Nabi
pula bersembunyi di gua Tsur. Dari lama
dan eratnya hubungan persahabatan beliau dengan Rasulullah serta kejujuran dan
kesucian hatinya beliau dapat mendalami jiwa dan semangat Islam lebih daripada
yang didapat orang-orang Islam lainnya. Jika Nabi berhalangan, Abu Bakarlah
yang disuruh menjadi imam shalat. Pada
tahun 623 M bersamaan dengan hari wafatnya Rasulullah, beliau diangkat menjadi khalifah setelah
dibai'at oleh kaum muslimin. Setelah menjalankan tugas khalifah selama 2 tahun
3 bulan dan 10 hari, beliau wafat pada
tanggal 22 Jumadil Akhir tahun 13 H atau 23 Agustus 634 M karena sakit.
(Suntiah, Ratu. &
Maslani. 2014:54-55)
2.
Riwayat HidupUmar Ibn Khattab (13-23 H/634-644 M)
Nama
lengkapnya adalah Umar 1bn Khattab Ibn Nufail Ibn ‘Abdul ‘Uzza Ibn Riyah Ibn
‘Abdullah Ibn Qurth Ibn ‘Abdi Ibn Ka’ab dari Bani Addiy. Ibunya bernama
Hantamah binti Hasyim. Bani Addiy terkenal sebagai suku yang terpandang mulia, megah,
dan berkedudukan tinggi. Nasab Umar Ibn Khattab dan Nabi Muhammad
bertemu pada nenek mereka yang bernama Ka’ab bin Luai Al-Quraisyin al-Kadawi.
Umar Ibn Khattab lahir di kota Mekah pada
tahun 581 M. Beliau berasal dari
lingkungan keluarga yang tidak beragama Islam. Pada masa mudanya Umar adalah
seorang pegulat dan orator yang ulung. Ia merupakan salah satu sahabat yang
telah mengenal baca tulis dan berdagang sebagai usahanya yang paling utama.
Sebelum masuk Islam, Umar merupakan musuh Islam yang paling kejam, ganas dan
beringas menentang Muhammad dan agama Islam. Atas hasutan Abu Sufyan, Ia
bermaksud membunuh Nabi Muhammad dengan sebilah pedang yang terhunus di
tangannya. Ketika dalam perjalanan Ia mendengar berita bahwa adik perempuannya
(Fatimah) telah masuk Islam bersama suaminya (Sa’id 1bn zaid). Umar menjadi berang terhadap mereka berdua
dan bermaksud menyiksanya. Ketika Umar mendapatkan, mereka sedang melantunkan
al-Quran (Surat Thaha ayat 1-8) dengan suara
yang indah, redamlah emosi Umar. Setelah
itu ia segera menemui Nabi Muhammad dan menyatakan masuk Islam pada thun kelima
pada masa kenabian.
Umar
terkenal seorang pemberani, tidak
mengenal takut dan gentar, mempunyai
ketabahan dan kemauan keras, serta tidak
mengenal biingung dan ragu. Masuk lslamnya Umar pertanda do’a Nabi Muhammad
dikabulkan Allah, yakni permohonannya agar Islam dikuatkan dengan salah satu
dari ‘Amr Ibn Hisyam atau Umar Ibn Khattab.
Semula Umar menyandang gelar Abu Hafs dan setelah masuk lslam ia
menerima gelar Al-Faruq (pemisah/pernbeda
antara yang hak dan yang batil). Umar berani mengemukakan pikiran-pikiran danpendapatnya
dihdapan Nabi, bahkan tidak segan menyampaikan kritik untuk kebaikan dan
kemaslahatan umat Islam. Islamnya Umar membawa pengaruh yang besar bagi perjuangan
Nabi Muhammad dan perkembangan agama Islam. Hal ini karena Umar seorang yang
tegas dalam membela syiar agama ini sehingga tidak seorang pun dari kalangan Quraisy
yang berani menantangnya. Sebelumnya umat Islam nyaris terbuka (terang-terangan)
karena takut kepada keperkasaan Umar dan gangguan kaum kafir Quraisy sehingga melaksanakannya
secara sembunyi-sembunyi. Setelah Umar masuk Islam, syiar Islam semakin terbuka dan bergairah.
Setelah
Abu Bakar meninggal dunia, Umar menjadi
khalifah kedua pada tahun 13 H/634 M. Masa kekhalifahannya cukup lama, yakni 10
tahun. Di akhir hayatnya, beliau ditusuk oleh seorang budak Persia yang
bernama Abu Lu’luah atau dikenal dengan nama Feros ketika sedang shalat Subuh di
masjid Nabawi pada hari Rabu, tanggal 26 Zulhijjah tahun 23 H/3 November 644 M.
Budak tesebut beragama Nasrani dan menjadi hamba sahaya Mughirah Ibn Syu’bah
setelah ditawan tentara Islam di Nahawand.
Beliau membunuh Khalifah Umar karena dendam pembesar Persia dan
pendukungnya terhadap Umar yang telah melenyapkan kekuasaan mereka dari
kerajaan Persia. Setelah tiga hari sejak peristiwa penusukan itu, khalifah Umar ibn Khattab meninggal dunia
pada hari Sabtu tanggal 29 Zulhijjah tahun 23 H/6 November 644 M dalam usia 63
tahun.
(Suntiah, Ratu. &
Maslani. 2014:62-63)
3.
Riwayat Hidup Usman
Ibn Affan (23-35 H/ 646-656 M)
Nama
lengkapnya adalah Usman 1bn Affan Ibn Abil Ash Ibn Umayyah Ibn Abd as-Syam Ibn Abd al-Manaf al-Quraisy al-Umawiy,
Ibunya bernama Arwa binti Kuriz lbn Rabi’ah Ibn Habib Ibn Abd al-Syam Ibn Abd
al-Manaf. Silsilah Usman Ibn Affan dari garis ayah bertemu dengan silsilah Nabi
Muhammad saw. pada Abd Manaf, atau silsilah ke lima. Dari garis ibu, bertemu
pada silsilah ke tiga, yaitu pada ibu
Arwa, Baidha’ binti Abd. Mutthalib,
bibi Nabi Muhammad saw. Usman
lahir di kota Mekah pada tahun ke enam tahun Gajah atau 376 M, kira-kira lima tahun setelah kelahiran Nabi
Muhammad saw.
Usman Ibn Affan biasa dipanggil dengan sebutan
Abu Abdillah, Abu Amer, dan Abu Laila. Sebutan lain yang cukup populer di kalangan
kaum muslimin adalah Dzu al-Nurain (memiliki
dua cahaya) setelah Usman menikah
berturut-tunut dengan dua putri Nabi Muhammad saw. Pertama, ia menikahi Ruqayyah; kedua, setelah Ruqayyah
meninggal ia dinikahkan lagi oleh Nabi saw., dengan putrinya yang lain yaitu Ummi Kulsum.
Dari golongan Bani Umayyah, Usman termasuk orang pertama yang memeluk
Islam atas ajakan Abu Bakar al-Shiddiq dan termasuk kelompok sahabat Assabiqunal-Awwalun yang dijamin masuk
surga. Beliau merupakan salah satu sahabat yang dikagumi Nabi Muhammad saw,. berkaitan dengan pola hidupnya
yang sederhana walaupun kaya, saleh, dan
dermawan. Kekayaannya digunakan untuk
kemajuan dan kejayaan Islam di antaranya,
membeli sumur Raunah milik seorang Yahudi seharga 12.000 dirham ketika
kaum Muslim Madinah kekurangan air,
membantu keperluan lasykar pada perang Tabuk dengan 950 ekor unta, 59 ekor kuda dan uang sebesar 1000 dinar (1/3
pembiayaan perang), memperluas masjid Nabawi senilai 15.000 dinar dan masjid
al-Haram senilai 10.000 dinar. Di samping itu, beliau selalu siap kapan saja
membantu kaum Muslim yang membutuhkan bantuan. Setelah khalifah Umar
wafat, Usman Ibn Affan terpilih menjadi
Khalifah ketiga. Pemerintahannya
berlangsung 12 tahun, dari tahun 23 H/646 M hingga tahun 35 H/656 M. Di akhir hayatnya, beliau dibunuh oleh salah seorang warga Mesir
(al-Gafiki) yang menuntut penyelesaian
akibat kebijakannya yang meresahkan masyarakat.
(Suntiah, Ratu. &
Maslani. 2014:67-68)
4.
Riwayat Hidup Ali
Ibn Abi Thalib (35-40 H/656-661 M)
Nama
lengkapnya Ali bin Abi Thalib Ibn Abdul Muthalib lbn Hasyim Ibn Abdul Manaf
al-Hasyim al-Quraisy. Ibunya bermama Fatimah binti Asad Ibn Hasyim Ibn Abdul
Manaf. Beliau lahir pada tahun 21 sebelum Hijriah (603 M) atau delapan tahun sebelum Nabi saw., diutus menjadi Rasul. Sewaktu
lahir, ia diberi nama Haidarah oleh
ibunya, kemudian diganti oleh ayahnya
dengan Ali. Ketika Muhammad menjadi Rasul,
Ali termasuk yang pertama menyatakan imamnya bersama Khadijah dan Zaid
dalam umur relatif masih kecil, maka Ali termasuk kanak-kanak yang mula-mula
beriman. Ali ketika berusia enam tahun diasuh dan dididik oleh Rasulullah
sebagai balas jasa terhadap pamannya yang telah membesarkannya dan mempunyai
banyak anak, terlebih ketika Mekah
ditimpa kelaparan. Ali menjadi anak yang tangguh, perkasa,
berbudi luhur, serta
berkepribadian yang tinggi. Ali memiliki
gelar karrama Allah (u) wajhahu,
dikarenakan jiwa dan kepribadiannya yang tidak pemah dinodai pemujaan berhala
kaum Arab Jahiliyah. Sejak kecil pula Ali telah terbiasa bergaul dengan tokoh
di masa itu, tidak berlebihan bila kelak
Ali merunjukan kepahlawanan yang menonjol.
Kesetiaan dan kecintaan Ali kepada Rasulullah telah dibuktikan sejak
mudanya. Pada malam Rasul hijrah ke Madinah
bersama Abu Bakar, Ali tidur di tempat tidur Rasulullah untuk mengelabui orang
orang Quraisy yang mengepung rumah Rasul hendak membunuhnya.
Ali
termasuk salah seorang dari tiga tokoh (Abu Bakar dan, dan Umar) yang telah mengambil pengetahuan, budi pekerti,
dan kebersihan jiwa Rasulullah. Beliau terkenal dengan kecerdasannya menguasai
banyak masalah keagamaan secara mendalam, hadits yang diriwayatkannya pun banyak. Nabi menggambarkannya sebagaima seadanya,
"Aku kota ilmu pengetahuan sedang Ali pintu gerbangnya”. Keberanian Ali
pun masyhur di seluruh peperangan yang dipimpin Rasulullah, beliau senantiasa berda
di front depan dan dipercaya Nabi sebagai pemegang panji-panji perang. Kecuali
pada perang Tabuk, Ali ditugaskan Rasul untuk menjaga kota Madinah, itupun beliau kecewa dan kalau boleh memilih
ia akan berperang. Sifat pemberani (saja'ah) dan keperkasaannya tercatat dalam sejarah
Islam. Untuk keberaniannya itu, ia
mendapat gelar The Lion of God (Asadullah) atau The
Lion Hearted. Selain terkenal dengan keberaniannya, ia terkenal pula
sebagai dermawan berbudi luhur sederhana, terbuka, terus terang,
tulus hati, dan lapang dada. Namun,
kesederhanaan, keterusterangan, dan
kelapangdadaannya dipergunakan oleh musuh-musuhnya untuk menipunya, karena ia
mudah mempercayai orang-orang. Sikap dan sifat Ali tersebut mempengaruhinya
dalam menetapkan kebijaksanaan dan menyelesaikan masalah-masalah yang timbul
dalam pemerintahannya. Kadang-kadang
sikap tersebut tidak bisa diterima oleh sebagian pengikutnya sehingga menyulut
pemberontakan yang berakhir dengan mengenaskan,
terpental dari kekuasaan bahkan dengan cara yang lebih buruk dari
Utsman.
Selama
hidupnya, Ali menikah dengan 9 wanita
dan mempunyai orang putra-putri, 1) Ali menikah dengan Fatimah putri
Rasulullah, mempunyai dua putra dan dua
putri yaitu Hasan, Husen, Zainab,
dan Ummu Kulsum. Setelah Fatimah
wafat, Ali menikah berturut-turut
dengan; 2) Ummu Bamin binti Huzam Bani Amir Ibn Kilab,
melahirkan empat putra yaitu Abbas, Ja’far, Abdullah,
dan Usman, 3) Laila binti Mas’ud at-Tamimiah, melahirkan dua putra yaitu
Abdullah dan Abu Bakar, 4) Asma binti Umair Al-Kuimiah, janda Abu Bakar al
shiddiq, melahirkan Yahya dan Muhammad, 5) As-Sahba binti Rabi’ah dari Bani Jasym
Ibn Bakar, janda dari Bani Taglab, melahirkan Umar dan Ruqayyah, 6) Umamah binti Abi Ass Ibn ar-Rabb, putri Zaenab binti Rasulullah, melahirkan
Muhammad, Khanlah binti Ja’far Al-Hanafiah melahirkan Muhammad (al-Hanafiah),
8) Ummu Said binti Urwah Ibn Mas'ud
melahirkan Ummu al-Husain dan Ramlah, 9) Mahyah binti Imri' al-Qais al-Kalbiah melahirkan Jariah.
(Suntiah, Ratu. &
Maslani. 2014:75-76)
Proses Pengangkatan Khulafa Ar-Rasyidin
1.
Proses Pengangkatan
Khalifah Abu Bakar al-Shiddiq
Setelah
Nabi saw., wafat, umat Islam
dihadapkan kepada masalah yang cukup pelik yang tak pernah timbul di kala Nabi
masih hidup, serta tak dijumpai penyelesaiannya dalam al-Qur’an, yaitu masalah suksesi. Siapa yang menggantikan Nabi
sebagai kepala negara Madinah. Untuk menyelesaikan persoalan ini, teriadi
pertemuan antara pemuka-pemuka Muhajirin dan Anshar di Saqifah (tempat
pertemuan) Bani Sai’dah. Karena tidak adanya petunjuk yang jelas dalam al-Qur’an
tentang siapa pengganti Nabi sebagai kepala negara pertemuan itu menimbulkan
perpecahan di kalangan umat Islam. Dalam pertemuan di Saqifah itu tampilah
Sa'ad bin Ubadah berpidato memajukan argumen keutamaan dan peranan golongan
Anshar dalam membela perjuangan Rasulullah, sehingga beliau berhasil menaklukan
Mekkah dan meryebarkan Islam di seluruh semenanjung Arabia yang tiada lain
berkat pertolongan kaum Anshar. Karena itu, kekhalifahan menjadi hak golongan
ini. Mendengar pidato ini, orang-orang Anshar mengusulkan Sa’ad bin
Ubadah menjadi Khalifah.
Kaum
Muhajirin pun mengajukan argumentasi mereka, yakni karena merekalah yang
pertama-tama mendukung dakwah Rasulullah sehingga lslam berkembang dari jumlah
yang sangat kecil, lama-kelamaan
bertambah besar. Di samping arguumen di atas, Muhajirin juga mengemukakan
perkataan Nabi saw., "Pemimpin
itu dari suku Quraisy” serta perbuatan Nabi saw, yakni mewakilkan pelaksanaan
tugas imam shalat kepada Abu Bakar ketika Nabi saw sakit. Argumentasi Muhajirin
dengan menghubungkan kepada Nabi saw.,
berhasil bukan saja menutup kesempatan golongan Anshar, tetapi akhimya diterima
sebagai ajaran Islam hingga beberapa abad kemudian.
Tokoh-tokoh
dari Muhajirin yang hadir di Saqifah Bani Saidah itu di antaranya Abu Bakar,
Umar lbn Khattab, dan Ubaidah 1bn Jarrah. Abu Bakar mengusulkan salah seorang
dari Umar r.a. atau Abu Ubaidah menjadi pemimpin. Namun, keduanya menolak
bahkan sebaliknya mereka mencalonkan Abu Bakar dengan alasan dialah sahabat
Rasulullah yang menemani Nabi saw., dalam
gua Tsur dan pernah ditunjuk Nabi sebagaiImam shalat.
Salah
satu dari Anshar mengusulkan supaya dari kelompok Muhajirin dan Anshar, masing-masing seorang pemimpin. Umar menolak
dan mengatakan bahwa tidak mungkin dalam satu sarung ada dua pedang. Pada saat kritis ini, Umar tetap Abu Bakar
dan Abu Bakar pun menerimanya. Abu Bakar kemudian mengulurkan tangannya. Umar
r.a kemudian diikuti oleh orang-orang yang hadir di Saqifah itu melakukan
bai'at pada Abu Bakar dan bai’at ini disebut bai’at Khassah. Hari
berikutnya Abu Bakar dibai'at oleh umat di mesjid Nabi dan baiat ini disebut baiat Ammah.
Abu
Bakar terpilih sebagai pengganti Rasulullah dan dibai’at oleh seluruh
umat. Keluarga dekat Nabi termasuk Ali
(menantu Rasulullah) tak ikut campur dalam kompromi kepemimpinan itu karena
sibuk mengurusi jenazah dan penguburan Nabi.
Bahkan Ali baru menyatakan bai’atnya sesudah istrinya, Fatimah, wafat lebih kurang 75 hari sesudah
wafat Nabi saw., Namun demikian, Abu Bakar tidak mengalami adanya oposisi
terbuka dan yang lebih berarti terhadap keabsahan kepemimpinannya, baik dari
Ali r.a maupun dari keluarga dekat Nabi.
Sewaktu
Abu Bakar diangkat menjadi khalifah sebagai pengganti Nabi mengepalai negara
Madinah, beliau berkata dalam pidatonya antara lain: "Aku baru saja
diangkat untuk menjadi pemimpin bagi kamu sekalian sedang aku bukanlah yang
terbaik di antara kamu. Apabila aku
beralan lurus bantulah aku, tetapi jika aku salah jalan, luruskanlah aku”.
(Suntiah, Ratu. &
Maslani. 2014:55-56)
2.
Proses Pengangkatan
Khalifah Umar Ibn Khattab
Umar
Ibn Khattab diangkat menjadi khalifah melalui penunjukan sesudah
memusyawarahkan dengan kaum Muslimin.
Ketika Abu Bakar sakit, sahabat
yang ada berkumpul dan Abu Bakar bertanya kepada mereka: "apakah kalian
akan menerima orang yang saya akan calonkan sebagai pengganti saya? Saya
bersumpah bahwa saya melakukan yang terbaik dalam menentukan hal ini, dan saya telah memilih Umar Ibn Khattab
sebagai pengganti saya." Para sahabat menjawab: "kami mendengarnya
dan kami akan mentaatinya."
Abu
Bakar menunjuk Umar sebagai pengganti walaupun Nabi tidak melakukan hal
tersebut menjelang wafat. Menurut Abd
Wahhab al-Najjar, ketika Rasulullah saw.,
wafat, umat Islam terbagi menjadi
dua kelompok dan menetapkan bahwa pemimpin mesti berasal dari kelompoknya. Hal itu terjadi karena Nabi saw. tidak
menentukan penggantinya sebelum wafat. Apabila Abu Bakar membiarkan kursi
khilafah (kepemimpinan) kosong ketika ia
meninggal, maka umat Islam diperkirakan
akan kembali pada perdebatan seperti terjadi di Saqifah Bani Sa’idah; bahkan Jalal al-Din al-Suyuthi menjelaskan
bahwa kekosongan pemimpin akan melahirkan fitnah yang lebih parah dan lebih
dahsyat dibandingkan dengan adanya fitnah dari orang-orang murtad. Sementara
itu, kaum Muslimin sedang melakukan
peperangan melawan Persia dan Rumawi.
Dalam
rangka menjaga stabilitas negara, agar
umat Islam terhindar oleh perpecahan maka penunjukan Umar menjadi Khalifah
dilakukan Abu Bakar dan piagam penunjukan itu dibuat sebelum beliau wafat. Kebijaksanaan Abu Bakar diterima masyarakat
dan segera membaiatnya secara beramai-ramai. Umar menyebut dirinya Khalifah Khalifati Rasulillah (Pengganti
dari pengganti Rasulullah). Beliau juga memperkenalkan istilah Amir al-Mu’minin (Komandan orang-orang yang
beriman) dan tetap menjadikan Madinah
sebagai pusat pemerintahannya.
(Suntiah, Ratu. &
Maslani. 2014:64)
3.
Proses Pengangkatan
Khalifah Usman Ibn Affan
Sebelum
wafat, akibat ditikam oleh Abu Lu’luah (Feroz), Umar Ibn Khattab membentuk tim
formatur yang terdiri dari enam sahabat terkemuka, Ahl al-Hall wa al-‘Aqd pertama dalam Islam yaitu Utsman Ibn Affan,
Ali Ibn Abi Thalib, Talhah Ibn Ubaidillah, Zubair Ibn Awwam, "Abdurrahman
Ibn Auf, dan Sa’ad Ibn Abi Waqash. Untuk
menghindari draw (suara sama) dalam pemilihan, Umar mengangkat
anaknya, Abdullah ibn Umar, sebagai
anggota formatur yang hanya mempunyai hak pilih tanpa nerhak untuk dipilih. Thalhan
tidak ada di Madinah dan baru kembali ke Madinah setelah pemilihan khalifah
selesai. Berdasarkan penjajagan pendapat yang dilakukan Abdurrahman Ibn Auf
terhadap anggota formatur yang ada,
diperoleh dua orang calon khalifah yaitu Usman Ibn Affan dan Ali Ibn Abi
Thalib. Pada akhir musyawarahnya, dewan
formatur mengangkat Usman Ibn Affan menjadi khalifah ketiga setelah Umar Ibn
Khattab wafat.
(Suntiah, Ratu. & Maslani.
2014:68)
4.
Proses Pengangkatan
Khalifah Ali Ibn Abi Thalib
Setelah
terjadinya pembunuhan yang menyebabkan Usman Ibn Affan wafat, penduduk ibukota Madinah al-Munawwarah yang
didukung tiga pasukan dari Mesir,
Bashrah, dan Kufah memaksa Ali
menjadi khalifah keempat. Menurut Mahmudunnasir bahwa yang pertama membai’at
Ali menjadi khalifah adalah Abdullah Ibn Saba. Melihat yang datang hanyalah
rakyat biasa, tidak ada para pembesar
yang berpengaruh Ali berkata “urusan ini bukanlah urusan kalian, ini adalah perkara yang teramat penting, urusan tokoh-tokoh Ahl asy-Sura bersama para Pejuang perang Badar. Pada mulanya Ali
menolak dibai’at, namun didesak massa dan memikirkan akibat anarki tanpa
pimpinan serta tidak ada sahabat lain yang bersedia menjadi khalifah. Akhirnya
ia menerima dibai’at di masjid Nabawi pada tanggal 25 Dzulhijjah 35 H/ 24 Juni
656 M dalam suasana yang masih kacau. Pembai'atan Ali dilakukan sebagaimana
pembai'atan khalifah-khalifah pendahulunya dimulai dari Thalhah Ibn Ubaidillah,
Zubair Ibn Awwam, Sa'd 1bn Abi Waqqas dan para sahabat lainnya diikuti oleh
rakyat banyak.
Terhadap
pengangkatan Ali menjadi khalifah, ada sekelompok kecil masyarakat yang tidak
menerimanya, mereka adalah Bani Umayyah.
Hal ini disebabkan karena adanya dendam masa lalu antara Bani Umayyah dan Bani
Hasim sebelum datangnya islam, dan ketika Islam Nabi dan sahabat hijrah ke
Madinah untuk menyebarkan Islam, banyak pemuda-pemuda dan keluarga Umayyah yang
tewas dalam peperarangan melawan Islam. Di samping itu, mereka juga takut
dengan keadilan yang akan dijalankan oleh Ali, akan melenyapkan kekayaan dan
kesenangan mereka. Sebelumnya mereka telah hidup kesenangan. Setelah Umar
memerintah dengan keras, Utsman memerintah secara lunak serta memudahkan segala
urusan mereka. Pengangkatan Ali menyulitkan mereka baik dari segi harta maupun urusan.
Dengan demikian, pengangkatan Ali bukan sepenuh
hati kaum Muslimin, terutama bani Umayyah, merekalah yang mempelopori orang-orang
yang tidak menyetujui Ali. Adapun bagi rakyat banyak, mereka menanti-natikan
Ali dan menyambutnya dengan tangan terbuka dam akan dijadikan tempat berlindung,
untuk melepaskan diri dari pendertaan yang mereka alami. Setelah memerintah
selama 4 tahu 9 bulan, beliau wafat dibunuh Abdurrahman Ibn Muljam, pengikutnya
yang menjadi khawarij setelah perang Shiffin yang diselesaikan dengan jalan tahkim/ arbitrase, pada tanggal 19
Ramadhan 40 H/ 26 Januari 661 M di Khufah.
(Suntiah, Ratu. &
Maslani. 2014:77-78)
DAFTAR PUSTAKA
Suntiah, Ratu. & Maslani. 2014. Sejarah Peradaban Islam.Bandung: Interes Media
Suntiah, Ratu. & Maslani. 2014. Sejarah Peradaban Islam.Bandung: Interes Media
loading...
0 Response to "Riwayat Hidup Khulafa Ar-Rasyidin"
Post a Comment